Oleh : Siti Munawarah, S.E
(Aktivitas Dakwah)
Tekanan demi tekanan menghampiri manusia hari ini, mulai dari remaja hingga orang dewasa. Dari sini, bunuh diri akhirnya menjadi jalan pintas yang ditempuh untuk memutus segala persoalan. Kasus bunuh diri di kalangan masyarakat menjadi kasus yang kian hari kian mengkhawatirkan.
Berdasarkan data Pusiknas Bareskrim Polri terdapat 971 kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang periode Januari hingga 18 Oktober 2023. Angka ini tentu telah melampaui kasus bunuh diri sepanjang tahun 2022 yang jumlahnya mencapai 900 kasus. (Kaltimtoday.co.id, 10/11/2023)
Masalah yang dihadapi masyarakat hari ini pun beragam. Mulai dari masalah ekonomi, pendidikan, pergaulan dan masih banyak lagi. Baru-baru ini ada pula dua kasus dugaan bunuh diri di lingkungan mahasiswa yang ramai diberitakan.
Pertama, kasus dugaan bunuh diri seorang mahasiswa berinisial NJW (20) yang ditemukan tewas di Mal Paragon Semarang, Jawa Tengah, pada Selasa (10/10/2023). Kedua, kasus dugaan bunuh diri seorang mahasiswa perguruan tinggi swasta di Semarang, Jawa Tengah, berinisial EN (24) yang ditemukan meninggal di kamar indekosnya, Rabu (11/10/2023).
Menyikapi kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meminta seluruh kampus di Indonesia untuk menghadirkan lingkungan kampus yang sehat, aman, dan nyaman. “Saya sangat prihatin dengan mahasiswa bunuh diri. Kampus itu harus kita hadirkan kampus yang SAN, yaitu sehat, aman, nyaman. Sehat jasmani, sehat rohani, sehat psikologi, sehat emosional, sehat finansial, sehat sosial, itu penting,” kata Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Nizam, dikutip dari Republika.co.id, Selasa (17/10/2023).
Hal ini tentu mengkhawatirkan, fenomena bunuh diri belakangan marak di kalangan mahasiswa. Penyebabnya beragam, mulai dari kasus bully hingga beratnya beban skripsi. Ditambah tekanan yang didapat entah dari lingkungan keluarga maupun diluar dari itu.
Persoalan kesehatan mental di negeri ini masih menjadi PR (pekerjaan rumah) besar yang mesti diselesaikan. Sebagimana laporan Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) menunjukkan bahwa 1 dari 3 remaja Indonesia berusia 10—17 tahun memiliki masalah kesehatan mental.
Fakta ini menunjukkan, remaja Indonesia rentan dan darurat kesehatan mental. Di mana remaja hari ini ketika mendapati masalah hidup yang begitu sulit, mereka cenderung mengambil jalan pintas yakni bunuh diri untuk memutus rantai kepelikan hidup. Bunuh diri pada akhirnya menjadi solusi bagi mereka yang mengalami depresi.
Mengutip laman Detik (12-10-2023), pakar psikologi Universitas Airlangga Atika Dian Ariana menjelaskan bahwa terdapat penyebab biologis dan psikologis atau mental yang melatarbelakangi seseorang melakukan bunuh diri. Secara biologis, orang tersebut mungkin memiliki keluhan fisik yang membuatnya merasa tidak berdaya, misalnya seperti masalah jantung dan hormonal. Sedangkan secara psikologis, korban mungkin memiliki kerentanan untuk merasa tidak berarti dalam kehidupan.
Ada banyak faktor lain yang mempengaruh generasi hari ini. Salah satu faktor terbanyak adalah depresi akan semua persoalan hidup yang tak kunjung selesai. Lalu pada akhirnya menjadikan bunuh diri sebagai solusi dalam mengakhiri persoalan hidup. Jika kita menelisik lebih dalam, maka akar masalah dari itu semua tentu tak jauh dari sistem sekuler dan kapitalis. Di mana sistem ini gagal dalam mewujudkan generasi kuat dan tangguh. Sistem ini menihilkan peran tiga pilar pembentuk generasi yang kuat dan tangguh.
Pertama, peran keluarga sejatinya diperlukan dalam membentuk generasi yang kuat dan tangguh. Tapi sayang kebanyakan generasi yang memiliki mental rapuh hidup di tengah keluarga yang berantakan. Entah karna penerapan pola asuh yang salah hingga perceraian orang tua yang menyebabkan generasi hari ini tumbuh tanpa peran ibu maupun peran ayah. Di tambah, belakangan marak pembahasan perihal Indonesia disebut sebagai negara fatherless ketiga terbanyak di dunia. Di mana wujud fisik orang tua nyata, tapi perannya tidak ada. Anak akhirnya tumbuh dan berkembang seorang diri tanpa bimbingan dan pengawasan.
Kedua, sekolah dan lingkungan. Di sistem hari ini kurikulum pendidikan mengacu kepada kurikulum sekuler yang mana menjauhkan manusia dari aturan Allah. Pelajaran agama hanya menjadi pelajaran sampingan yang tidak di prioritaskan. Alhasil, generasi hidup tanpa bimbingan agama. Pada akhirnya, generasi dididik dengan cara pandang sekulerisme kapitalisme. Di mana menganggap standar kebahagiaan bagi manusia adalah meraih materi sebanyak-banyaknya dan meraih kesenangan duniawi. Maka wajar kita dapati banyaknya generasi hari ini mengalami depresi akibat dari keinginan memenuhi standar kebanyakan orang. Lalu ketika mengalami kegagalan, perilaku mereka tidak terkendali. Pada akhirnya bunuh diri menjadi solusi.
Di samping itu, isu bullying (perundungan) di tengah masyarakat hari ini masih menjadi momok yang menakutkan. Generasi yang harusnya hidup di lingkungan yang aman dan nyaman. Nyatanya banyak di antara mereka mengalami bullying hingga meregang nyawa. Kasus bullying sendiri bahkan terjadi di lingkungan pendidikan. Kurangnya tsaqofah Islam dalam diri generasi, menjadikan mereka hidup sesuka hati. Termasuk kepuasan diri dalam membully.
Ketiga, peran negara. Di era hari ini, generasi muda menjadi kelompok yang rentan dengan isu kesehatan mental. Tekanan demi tekanan mereka peroleh. Menjadikan mental generasi hari ini begitu rapuh. Kecepatan teknologi saat ini berperan besar dalam membentuk mindset yang salah di kalangan remaja. Konten-konten yang disebarluaskan tak terkecuali kasus bunuh diri. Menjadi salah satu pemicu para remaja untuk melakukan hal yang sama. Sebagaimana yang terjadi pada pelajar SMP di Bengkulu. Melukai lengan dengan benda tajam. Ketika diusut ternyata motifnya mengikuti tren yang sedang ramai di media sosial.
Dari sini bisa disimpulkan, generasi hari ini mengalami krisis identitas. Lalu pada akhirnya tidak mampu menyaring sebuah perbuatan, mana yang baik untuk dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Dengan kecepatan teknologi hari ini, maka peran negara di butuhkan dalam melakukan kontrol dan pengawasan terhadap konten-konten yang tersebar di tengah-tengah masyarakat.
Sebab, tidak bisa dipungkiri media berperan sangat signifikan dalam membentuk mindset dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan mental. Hal ini tentunya membutuhkan peran negara dalam meregulasi konten-konten yang ditampilkan ke khalayak. Pada akhirnya para remaja meniru gaya hidup yang salah. Di mana mereka dididik dengan tontonan yang kurang pantas.
Dari sini lah peran negara terkesan mandul, sebab negara masih membiarkan tersebarnya konten yang tidak bermanfaat di tengah masyarakat. Sekalipun muncul regulasi dalam pembatasan konten, perlu di garis bawahi bahwa hal itu pun bukan solusi yang signifikan. Sebab akar masalah dari rapuhnya kesehatan mental remaja hari ini yakni pemikiran dan gaya hidup kapitalis sekuler. Akibat dari gempuran pemikiran inilah lahir generasi-generasi yang memiliki mental dan kepribadian lemah dan rapuh.
Islam sendiri melarang bagi setiap umatnya untuk melakukan hal yang membahayakan nyawa termasuk salah satunya bunuh diri. Sebagimana firman-Nya :
Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepada kamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar dan aniaya, maka kami kelak akan memasukannya kedalam neraka, yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (An-Nissa [4] : 29-30).
Bunuh diri itu sendiri merupakan problematika sistemis. Di mana dalam menyelesaikannya harus dilakukan secara sistemis juga. Islam sejatinya adalah sebuah ideologi yang memiliki aturan hidup serta solusi atas setiap persoalan. Selama manusia hidup, maka selama itu juga persoalan silih berganti hadir. Maka, sebagai umat muslim sudah barang tentu menjadikan Islam sebagai pegangan dalam menjalani kehidupan. Agar arah hidup lebih tertata serta tujuan dalam menjalani kehidupan lebih jelas arahnya.
Islam sendiri memiliki mekanisme dalam mencegah terjadinya bunuh diri. Pertama, Islam mewajibkan setiap umatnya untuk menutut ilmu agama. Yang mana dari sini diharapakan mampu memperkuat akidah Islam dari sejak dini. Dengan akidah yang kuat, anak-anak, remaja, maupun orang dewasa mampu memahami tujuan hidupnya serta makna dibalik penciptaannya oleh Allah SWT. Dari sini, setiap umat muslim menjalani kehidupan sesuai dengan perintah dan larangan Allah. Prinsip ini harus dipahami dengan baik. Baik sebagai orang tua, tenaga pendidik maupun individu itu sendiri. Di samping itu, negara juga turut andil dalam membina dan mengedukasi para orang tua agar mampu menjalankan peran pendidikan dan pengasuhan sesuai dengan Islam.
Kedua, dalam Islam penerapan kurikulum pendidikan didasarkan pada akidah Islam. Bukan didasarkan kepada paham sekuler dan kapitalis. Sejarah Islam membuktikan bagaimana generasi yang terbentuk menjadi generasi yang unggul. Generasi yang memiliki keimanan yang kuat serta luar biasa baik dalam perkara ilmu agama maupun ilmu dunia. Negara juga penyokong utama dalam penyelenggaraan pendidikan yang bertujuan mendidik generasi agar tercipta generasi yang memiliki kepribadian Islam di mana pola pikir dan pola sikap mereka sesuai dengan Islam. Dari sini, umat muslim memiliki pedoman dalam menjalani kehidupan serta mengatasi segala persoalan yang datang dengan solusi dari Islam.
Ketiga, negara juga berkewajiban mengawasi dan memastikan berjalannya peran ibu dengan baik. Sebab, ibu merupakan madrasah pertama bagi anak. Para ibu dalam Islam dioptimalkan untuk diberdayakan agar dari tangan-tangan mereka mampu lahir generasi-generasi yang luar biasa dan cemerlang. Bukan menjadi mesin penggerak industri dalam sistem kapitalis hari ini. Di mana para ibu mesti dihadapkan dalam persoalan ekonomi yang tak kunjung selesai. Negara akan menetapkan regulasi, di mana kebijakan ekonomi yang dibuat lebih banyak menyerap tenaga kerja dari kaum pria. Dari sini diharapakan peran ayah dan ibu dalam lingkup keluarga berjalan dengan semestinya, di samping pemenuhan kebutuhan pokok yang dijamin oleh negara.
Itulah gambaran bagaimana Islam memberikan perhatian serta solusi terhadap persoalan yang terjadi. Penerapan Islam kaffah, akan membentuk individu dan masyarakat yang bertakwa. Di lain sisi negara berperan dalam me-riayah individu dan masyarakat agar tercipta di tengah-tengah mereka suasana keimanan, yang menjadikan kaum muslim berupaya dalam menaati perintah Allah dan meninggalkan segala larangannya. Dengan begitu, masalah bunuh diri akan tuntas karena setiap individu muslim dapat memahami hakikat dan jati dirinya sebagai hamba dengan menjadikan Islam sebagai the way of life.
Waallahu’alam.