Opini  

Opini: Konflik Lahan di IKN, Petani Jadi Korban

Oleh: Ninis (Aktivis Muslimah Balikpapan)

Kasus perebutan lahan (konflik agraria) di negeri ini nampaknya masih belum berakhir. Penduduk setempat dipaksa meninggalkan lahan yang dikelolanya selama bertahun-tahun. Kali ini menimpa sembilan orang petani yang ditangkap polisi pada Sabtu (24/02), mereka adalah petani sawit dari Kelompok Tani Saloloang. Meskipun akhirnya dilepaskan, namun sembilan petani yang ditahan tersebut rambutnya dicukur gundul.

Mereka ditangkap dengan tuduhan mengancam para pekerja proyek pembangunan bandar udara VVIP Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Tak pelak, aksi tersebut menuai kecaman dari berbagai pihak. Baik itu dari pihak keluarga hingga Komnas HAM yang menganggap aksi penggundulan tersebut melanggar HAM.

Pihak keluarga dari para petani mengeklaim, bahwa penangkapan para petani ditangkap semena-mena dan tanpa surat penangkapan. Selain itu, mereka juga mengatakan sembilan orang itu hanya menuntut haknya atas lahan yang “diambil” untuk kebutuhan proyek bandara baru. (regional.kompas.com).

Konflik Agraria memang bukan baru kali ini terjadi, namun sejak lama sudah terjadi. Bahkan menurut laporan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sepanjang 2023 setidaknya ada 241 kasus konflik agraria di Indonesia, yang melibatkan area seluas 638,2 ribu hektare. Area konflik paling besar pada 2023 terkait sektor infrastruktur, yakni 243,8 ribu hektare atau 38% dari total luas konflik agraria nasional.

Baca Juga  Kasus Bunuh Diri Terus Terjadi, Buah Liberalisasi

Terlebih di wilayah pembangunan IKN yang menjadi sektor infrastruktur dengan area konflik terbesar yakni seluas 235.751 hektare dilansir dari katadata.co.id. Haruskah memaksakan pembangunan dengan merebut lahan dan tempat tinggal warga yang sudah bertahun-tahun berada disana?

Pembangunan Berujung Konflik

Saat meluncurkan proyek IKN, Pemerintah berjanji bahwa tidak akan terjadi konflik dalam pembangunannya. Namun nyatanya, proyek tersebut selalu berujung konflik. Meskipun pemerintah sudah memberikan iming-iming ganti rugi dan relokasi pada warga agar mau melepaskan lahannya.

Proyek Strategis Nasional (PSN) sering dijadikan dalih pemerintah untuk merampas tanah warga. Menurut data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat, sepanjang tahun 2022 saja ada 32 kasus konflik agraria di sejumlah daerah di Indonesia. 11 kasus di antaranya terkait dengan PSN.
Mengapa pemerintah begitu “ngotot” memaksakan pembangunan yang nyatanya bisa berujung Konflik dengan warga? Janji pemerataan ekonomi terus digaungkan sebelum pembangunan IKN. Benarkah hal tersebut bisa diwujudkan? Pasalnya para petani menggantungkan hidupnya sehari-hari dengan bertani selama bertahun-tahun. Jika lahan mereka diambil, lantas bagaimana nasibnya nanti?

Baca Juga  Grand Opening Matos, Pj Bahtiar Sebut Sulbar Siap Sambut Tamu IKN

Sejatinya pemimpin itu memberikan jaminan keamanan pada warga tapi sebaliknya yang dirasakan warga. Ancaman dan intimidasi kerap dirasakan warga karena menolak melepaskan lahannya untuk perluasan bandara VVIP di IKN. Hal tersebut membuktikan pemimpin dalam sistem kapitalis hanya sekedar regulator yang memudahkan regulasi bagi pemilik modal untuk merampas lahan. Kian terang benderanglah pembangunan IKN sejatinya demi kepentingan investor bukan rakyat.

Pembangunan Berbasis Syariat

Pembangunan dalam Islam semata-mata berdasarkan kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Bukan sekedar mengejar proyek infrastruktur demi kepentingan para investor. Alih fungsi lahan hendaknya dilakukan dengan kerelaan bukan karena terpaksa dan ancaman. Tidak boleh bagi negara, perusahaan ataupun individu merampas lahan milik orang lain dengan alasan apapun.

Baca Juga  Indonesia Sehat dari Sekolah, Mungkinkah?

Kepemilikan tanah bagi individu dalam Islam tertuang dalam hadis Rasulullah SAW “Barang siapa menghidupkan tanah mati maka itu menjadi miliknya.” Jika tanah itu sudah dihidupkan atau dikelola maka tanah itu menjadi miliknya. Tidak boleh orang lain atau negara merebutnya, kecuali telah ditelantarkan lebih dari 3 tahun.

Merampas tanah dan lahan pertanian hukumnya haram. Oleh karena itu, syariat Islam dengan tegas melarang merampas lahan milik individu. Sebagaimana sabda Nabi “Barangsiapa yang mengambil hak orang lain walau hanya sejengkal tanah, maka akan dikalungkan ke lehernya (pada hari kiamat nanti) seberat tujuh lapis bumi.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pembangunan di dalam Islam tidak melibatkan investasi asing yang justru akan membahayakan negerinya. Pembangunan proyek negara diambil dari dana baitulmal. Dengan pengaturan yang sempurna ini, kesejahteraan bagi semua rakyat akan terjamin. Pengaturan kepemilikan berbasis syariat Islam akan menjauhkan dari konflik horizontal (sesama rakyat) maupun konflik vertikal (rakyat dan penguasa). Wallahu A’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *