Oleh: Ayu Enggarina Permata, S.Pd (Aktivis Muslimah)
Akhir Februari 2024 lalu, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi RI telah melaksanakan Peluncuran Peta Jalan (Roadmap) Sanitasi Sekolah 2024–2030. Dihadiri uleh UPT Kementerian, Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta satuan-satuan pendidikan jenjang PAUD, DIKDAS, DIKMEN dan DIKMAS yang menjadi sasaran binaan Gerakan Sekolah Sehat (GSS) tahun 2024.
Irwan Syahrir selaku Direktur Jenderal PAUDDIKDASDIKMEN mengatakan bahwa kualitas kesehatan peserta didik dapat menunjang peningkatan kualitas pendidikan. Menurutnya hal kecil seperti cuci tangan pakai sabun dan air mengalir berkontribusi menurunkan diare sampai 47% dan mengurangi angka absensi sampai 50%. Ia juga menyampaikan bahwa 3,1 juta peserta didik belum menikmati sarana air bersih, 8,9 juta belum memiliki akses kepada sarana sanitasi yang layak, dan 3 dari 4 satuan pendidikan belum memiliki fasilitas CTPS.
GSS ialah program yang berfokus pada upaya 5 sehat, yaitu : 1) Sehat Bergizi, 2) Sehat Imunisasi, 3) Sehat Fisik, 4) Sehat Jiwa, dan 5) Sehat Lingkungan. (Website resmi Direktorat Sekolah Dasar, Februari 2024)
Program Setengah Hati
Program GSS yang digagas untuk mengusahakan 5 sehat, tentu perlu ditunjang dengan aktivitas nyata ditengah kehidupan peserta didik. Misalnya saja usaha sehat bergizi, dengan program kantin sehat dan makan makanan sehat bersama. Maka kebutuhan akan makan makanan sehat tentu tidak bisa hanya dipenuhi setiap seminggu satu kali. Atau makan buah bersama seminggu sekali. Padahal makanan dengan 4 komponen sehat, harusnya dipenuhi dalam 3 kali kebutuhan makan dala sehari, bukan seminggu. Selain itu konsumsi makanan bergizi di rumah, sudah seharusnya menjadi makanan harian para pelajar. Dan hal ini yang akan mempengaruhi kesehatan mereka di masa yang akan datang.
Hal ini tentu harus ditunjang dengan kemampuan ekonomi orang tua untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ditengah-tengah ketidakpastian dunia kerja dan menurunnya daya beli masyarakat, serta keterjangkauan bahan pokok yang kian melambung, tentu membuat kita bertanya-tanya, apakah mungkin kesehatan masyarakat, terutama anak-anak yang berada pada masa terbaiknya untuk berkembang, dapat tercukupi kebutuhan makanan bergizinya hanya dengan makan sehat di sekolah?
Begitupun dengan usaha sehat lingkungan, misalnya. Disekolah, dengan adanya GSS ini kelak akan diajarkan dan difasilitasi pola hidup sehat dengan ketersediaan toilet bersih dan tempat cuci tangan. Namun kembali harus dipertanyakan, waktu yang dihabiskan disekolah apakah dapat menutupi waktu pelajar ketika diluar sekolah? Bagaimana dengan pelajar yang masih belum dapat melaksanakan hidup bersih sehat di rumah? Ketersediaan air bersih dan toilet yang layak pun tidak semua dirasakan oleh semua peserta didik ketika kembali ke rumah.
Lain halnya usaha sehat fisik. Yang dilakukan di salah satu sekolah dengan memperkenalkan permainan tradisional seperti engklek, congklak ataupun senam bersama 2 kali dalam sepekan. Sedangkan di kehidupan pelajar, tidak semua dapat menjangkau ruang publik untuk beraktifitas fisik. Sebut saja taman bermain atau lapangan olahraga. Ketersediaannya di lingkungan masyarakat diluar sekolah hanya ditemukan di komplek perumahan tertentu yang tentu juga tidak bisa dijangkau semua kalangan untuk merasakan fasilitas tersebut.
Disisi lain pelajar juga dicekoki dengan game online yang penggunaannya jauh lebih dapat dijangkau. Bahkan saat ini terdapat turnamen-turnamen e-sport yang memotivasi generasi untuk menajamkan skill nya di depan layar, ketimbang menggerakkan anggota tubuhnya diluar untuk menyehatkan raga dengan real sport. Bukankah ini saling bertolak belakang?
Pertanyaan-pertanyaan ini tentu memerlukan sudut pandang menyeluruh terkait usaha menyehatkan seluruh pelajar, atau secara lebih luas lagi seluruh masyarakat. Barang tentu hal ini bukan hanya dikerjakan oleh satuan pendidikan namun semua stake holder yang terkait.
Lebih luas lagi terpenuhinya kesehatan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat tentu bukan hanya dipenuhi di sekolah. Apalagi jika kita berbicara kesehatan secara umum dalam semua level usia, bukan hanya usia pelajar.
Negara perlu hadir ditengah-tengah masyarakat, untuk memenuhi kesehatan dan kesejahteraan merata ditengah masyarakat. Bukan hanya menyediakan makan sehat bergizi di sekolah, namun real di kehidupan masyarakat. Inilah akibat negara menerapkan system sekuler kapitalis yang memisahkan urusan agama dari kehidupan, dimana memandang masalah hanya sebagian-sebagian saja tidak menyeluruh. Memandang kesehatan dari sisi kesehatan saja begitu juga dengan pendidikan, atau jika mau disambungkan maka hanya sebatas kepentingan atau keperluan saja tidak akan menuntaskan masalah. Bahkan tak segan negara akan menyerahkan kepada pihak swasta.
Solusi Islam menyeluruh dan sempurna
Banyak kalangan cendekiawan utamanya yang bersinggungan dengan kekuasaan enggan melihat keberhasilan sistem aturan islam yang telah terbukti mampu menyejahterakan masyarakat dari berbagai sisi selama 14 abad lamanya. Kebanyakan telah kabur pandangan nya dan beralih kepada sistem sekuler kapitalis yang tidak pernah ada sejarahnya berhasil menyejahterakan masyarakat secara menyeluruh.
Secara historis maupun konstitusi, Islam memiliki aturan yang komprehensif dalam menyelesaikan masalah manusia. Tidak terfokus pada sekat-sekat elemen kehidupan, namun aturannya saling terintegrasi menyelesaikan masalah kehidupan manusia secara komunal maupun individu.
Semua itu butuh keinginan dan usaha yang serius jika memang orientasi kerja negara berbasis kesejahteraan masyarakat. Dan dalam hal ini islam telah mampu menjadi contoh terbaik sepanjang masa ketika kita mau kembali melihat bagaimana napak tilasnya membangun sebuah peradaban gemilang.
Islam dengan system pemerintahannya atau Khilafah pastilah memberikan solusi yang rinci dan menyeluruh terkait permasalahan kehidupan. Dalam pendidikan Islam semua adalah sebagai satu kesatuan dengan seluruh sistem Islam, yakni sebagai petunjuk agar manusia selamat dari perbuatan dosa, di samping bersifat pembawa rahmat.
Penerapan sistem pendidikan Khilafah menjadikan satuan pendidikan steril dari nilai materi dan penuh dengan nilai spiritual, moral, dan kemanusiaan. Ini adalah kunci rahasia terwujudnya lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, terhormat, dan bermartabat bagi keberlangsungan proses belajar-mengajar.
Masalah kesehatan misalnya, aturan yang diberlakukan dalam negara akan terkoneksi antar satu dengan yang lainya. Kesehatan di dalam sekolah akan menggandeng instansi pendidikan, dengan penyediaan makanan sehat bergizi di sekolah.
Tak luput pula bagaimana negara menjamin kesehatan di masyarakat dengan ketersediaan makanan sehat bagi semua kalangan, kemampuan ekonomi masyarakat dalam hal daya beli, distribusi merata bahan pangan serta terjaminnya para petani yang menyuplai makanan sehat tersebut di masyarakat
Bahkan Will Durant dalam The Story of Civilization, mengatakan bagaimana Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak, sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya, Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160 yang telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit, tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para sejarahwan berkata, bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun.
Walhasil kesehatan dan pendidikan adalah tugas negara dalam mewujudkannya, semua di atur secara rinci untuk saling melengkapi sebagai kebutuhan dasar manusia yang wajib terpenuhi. Maka kembali ke pengaturan Islam secara kaffah harus diterapkan dalam kehidupan keseharian kita dan itu akan terwujud dengan Khilafah.
Wallahu ‘alam.