Budaya  

Saeyyang Pattuqduq: Harmoni Tradisi dan Keagamaan di Galung Tuluk

Di kaki perbukitan Mandar, Sulawesi Barat, tepatnya di Desa Galung Tuluk, gema tabuhan rebana membelah pagi yang tenang pada Minggu, 22 September 2024. Hari itu, desa kecil ini kembali menjadi pusat perhatian ketika perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW digelar, seperti tradisi turun-temurun yang mengakar dalam hati masyarakat Mandar. Di setiap sudut, semangat menyambut bulan Rabiul Awal terasa, dengan bendera-bendera warna-warni melambai perlahan di bawah langit biru yang cerah.

Namun, yang paling dinantikan bukan hanya tabuhan rebana atau lantunan shalawat yang syahdu. Desa Galung Tuluk menjadi saksi hidup dari tradisi Saeyyang Pattuddu, tarian kuda yang selalu memikat mata para pengunjung dari berbagai penjuru daerah. Mubarak, ketua panitia pelaksana, menjelaskan bahwa tahun ini hanya ada 47 kuda penari yang akan diarak keliling desa, lebih sedikit dibandingkan ratusan kuda yang menghiasi perayaan di tahun-tahun sebelumnya. Rute perjalanan pun disesuaikan untuk mencegah kemacetan, dengan kuda-kuda ini bergerak melintasi jalanan dua arah yang membelah kampung.

Baca Juga  Hadiri Perayaan Natal Oikumene, Bahtiar Ajak FKGM Jaga Keharmonisan dan Kelola Potensi Pertanian, Kelautan dan Perikanan

Saeyyang Pattuddu bukan sekadar atraksi; ia adalah jiwa dari tradisi Mandar, simbol sinergi yang indah antara keagamaan dan budaya lokal. Saat rebana ditabuh, kuda-kuda yang telah dilatih dengan penuh kesabaran mulai bergerak. Kaki-kakinya menghentak tanah, seolah mengikuti irama alam, sementara kepala mereka mengangguk-angguk dengan penuh wibawa. Sesekali, kuda-kuda itu mengangkat setengah badannya ke udara, memberikan pertunjukan yang begitu mempesona.

Baca Juga  Harmoni Cinta Budaya di Pentas Seni dan Festival Karaoke Polewali Mandar 2024

Atraksi ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga bentuk penghormatan. Dalam perayaan Maulid Nabi, Saeyyang Pattuddu menjadi tanda kebersamaan dalam merayakan kelahiran manusia agung yang membawa risalah Islam. Selain itu, tradisi ini juga sering diselenggarakan dalam acara-acara pernikahan atau untuk menyambut tamu-tamu penting, serta sebagai wujud apresiasi kepada anak-anak yang telah khatam Alquran.

Tak heran jika pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan Saeyyang Pattuddu sebagai warisan budaya tak benda nasional. Sejak satu dekade lalu, tradisi ini dijaga dengan penuh cinta oleh masyarakat Mandar, seakan menjadi penanda bahwa meski zaman terus berubah, warisan leluhur tetap akan hidup dan berdenyut dalam setiap langkah kuda yang menari di tanah Mandar.

Baca Juga  Harmoni Cinta Budaya di Pentas Seni dan Festival Karaoke Polewali Mandar 2024

Desa Galung Tuluk pada hari itu bukan hanya menyambut Maulid Nabi, tetapi juga merayakan jati diri mereka—sebuah warisan yang hidup dalam jiwa setiap warganya. Tradisi yang terus dipelihara, menjadi pengikat antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *