Rapat Lapangan Berubah Horor, Lurah Sirindu Diancam Badik di Depan Anggota DPRD

SWARAMANDAR.COM, MAJENE – Suasana kunjungan kerja Komisi II DPRD Majene di Rumah Makan Tipalayo, Kecamatan Pamboang, Jumat (19/9/2025), berubah tegang dan mencekam. Lurah Sirindu, Jalaluddin, tiba-tiba menjadi sasaran pengancaman dengan senjata tajam (badik) oleh orang yang mengaku keluarga pemilik rumah makan.

Ketua Komisi II DPRD Majene, Nafirman, membenarkan peristiwa itu. Ia menuturkan, kejadian berlangsung begitu cepat, namun langsung dilerai oleh sejumlah anggota rombongan.
“Iyye kanda, langsung dilerai,” ujarnya singkat lewat pesan WhatsApp, Jumat malam.

Bahkan, anggota DPRD Majene lainnya, Rasyd, sempat bereaksi cepat merebut badik dari tangan pelaku sebelum situasi benar-benar memanas. Senjata itu baru dikembalikan setelah kondisi dianggap aman.

Baca Juga  Meninggal Dunia Saat Berendam di Pantai Barane, Almarhum Diketahui Seorang ASN di Inspektorat Pemkab Majene

Ketegangan di Lokasi Rapat Lapangan

Dalam laporan resminya ke SPKT Polres Majene, Jalaluddin mengaku insiden terjadi sekitar pukul 15.30 WITA. Rombongan Komisi II DPRD bersama Camat Pamboang, Lurah Lalampanua, Asisten Bidang PUPR, dan perwakilan DLH awalnya berkumpul santai di area parkir RM Tipalayo.

Namun suasana mendadak berubah ketika Sugianto, pemilik rumah makan sekaligus pihak yang berselisih soal Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), datang dengan nada emosi.
“Awalnya saya menanyakan agenda pertemuan. Tetapi beliau justru berusaha memukul, melempar botol air mineral, lalu tiba-tiba seseorang dari pihaknya mendekati saya sambil mengacungkan badik dan mengeluarkan ancaman,” tulis Jalaluddin dalam laporannya.

Sorotan Hukum

Baca Juga  Dalam Pelukan Bapaknya yang Luka Parah, Bocah Ini Selamat dari Tabrakan Maut Bus Borlindo di Pasangkayu

Secara hukum, perbuatan tersebut dapat dijerat Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang ancaman kekerasan, dengan pidana penjara maksimal satu tahun. Lebih jauh, penggunaan badik dalam pengancaman bisa menjerat pelaku dengan UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam tanpa hak, yang hukumannya jauh lebih berat.

Polemik RDTR Berujung Ancaman

Peristiwa ini bermula dari polemik perubahan RDTR di kawasan pesisir Sirindu. Padahal, sesuai UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, setiap perubahan tata ruang wajib melalui mekanisme hukum, partisipasi publik, hingga persetujuan pemerintah daerah.

Agenda kunjungan kerja DPRD sejatinya bertujuan meninjau langsung persoalan tata ruang tersebut. Namun, tujuan mulia itu justru tercoreng akibat aksi pengancaman yang membuat rombongan DPRD dan pejabat daerah terguncang.

Baca Juga  Balita Tewas Tenggelam di Saluran Air, Setelah Ibunya Pergi Menjual Dipasar

Tuntutan Tegas Publik

Insiden ini memicu keprihatinan luas masyarakat. Banyak pihak menilai intimidasi dengan senjata tajam terhadap pejabat publik adalah bentuk pelecehan terhadap demokrasi dan tata kelola pemerintahan.
“Masalah tata ruang mestinya dibicarakan di meja dialog, bukan di bawah ancaman badik,” tegas seorang warga yang menyaksikan kejadian.

Hingga berita ini diturunkan, Polres Majene belum mengeluarkan keterangan resmi. Publik kini menanti langkah tegas aparat penegak hukum agar kasus ini tidak berhenti pada laporan, melainkan benar-benar diproses demi kepastian hukum dan rasa aman masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *