SWARAMANDAR.COM, MAJENE – Sebuah rumah makan populer di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, kini menjadi sorotan setelah diketahui diduga berdiri tanpa izin mendirikan bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Rumah makan tersebut, yang dikenal dengan nama Tipalayo, terletak di Kelurahan Sirindu, Kecamatan Pamboang. Lokasinya yang menjorok ke laut kini menjadi persoalan serius, menyusul dugaan adanya praktik reklamasi ilegal yang berpotensi merusak lingkungan pesisir.
Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Majene, H. Ramli, membenarkan bahwa bangunan tersebut tidak memiliki izin resmi dari pemerintah daerah.
“Memang pemilik usaha memiliki sertifikat tanah. Hanya saja, kami tidak berani mengeluarkan izin membangun karena posisi bangunan memang menyalahi aturan,” tegas H. Ramli saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu 11 Juni 2025.
Lebih dari sekadar persoalan izin bangunan, Tipalayo juga diduga melakukan penimbunan laut atau reklamasi tanpa dasar hukum yang jelas. Aktivitas tersebut menimbulkan pertanyaan besar soal legalitas pemanfaatan ruang laut, yang semestinya diatur ketat oleh pemerintah sesuai regulasi nasional.
Salah satu dokumen krusial yang diduga tidak dikantongi oleh pemilik usaha adalah Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Dokumen ini bukan sekadar formalitas, melainkan instrumen penting yang menjamin bahwa setiap kegiatan pembangunan di wilayah pesisir telah melewati kajian lingkungan dan tata ruang secara menyeluruh.
Tanpa PKKPRL, reklamasi yang dilakukan rumah makan Tipalayo berpotensi menimbulkan kerusakan ekosistem pesisir.
Area pesisir merupakan kawasan rawan dan sensitif, yang menjadi habitat alami berbagai jenis biota laut dan berfungsi sebagai pelindung daratan dari abrasi dan bencana alam.
Penimbunan laut tanpa studi lingkungan dapat mempercepat degradasi lingkungan, mengganggu mata pencaharian nelayan, dan memperburuk bencana iklim seperti banjir rob.
Secara regulatif, praktik ini juga jelas melanggar hukum. Pemerintah pusat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang telah mewajibkan PKKPRL bagi setiap bentuk pemanfaatan ruang laut.
Sementara itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, mengatur bahwa pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat berujung pada sanksi pidana.
Bahkan, Pasal 75 dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 menyebutkan bahwa setiap orang yang memanfaatkan ruang laut tanpa izin dapat dijerat hukuman pidana penjara hingga tiga tahun dan denda maksimal Rp 3 miliar.
Rumah makan Tipalayo bukan nama asing bagi warga Majene maupun wisatawan lokal. Lokasinya yang eksotis dan menu khas lautnya menjadikannya salah satu destinasi kuliner favorit di daerah itu. Namun, popularitas tampaknya tidak bisa menjadi alasan pembenaran atas pelanggaran tata ruang dan lingkungan.
“Tidak ada yang melarang berusaha atau membangun. Tapi semua itu harus sesuai aturan. Apalagi jika menyangkut wilayah pesisir yang rentan,” ujar Salah seorang warga setempat.
Warga setempat berharap agar PUPR berkoordinasi lebih lanjut dengan instansi terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kelautan dan Perikanan untuk menentukan langkah lanjutan, termasuk tindakan penertiban atau penegakan hukum jika pelanggaran terbukti.
Kasus ini menjadi ujian nyata bagi pemerintah daerah dalam menegakkan aturan dan prinsip tata kelola ruang yang berkelanjutan. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang laut, khususnya di daerah-daerah yang mulai berkembang sektor wisatanya, menjadi sangat penting untuk menghindari eksploitasi tanpa kontrol yang dapat berdampak jangka panjang.
Apakah rumah makan Tipalayo akan diberi sanksi, atau justru difasilitasi untuk mengurus legalitasnya secara tertib? Pertanyaan ini masih terbuka. Yang jelas, publik kini menanti sikap tegas dari pemerintah daerah terhadap pelanggaran tata ruang dan lingkungan, demi menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.